Makalah WACANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta
salam atas nikmat dan karunia yang tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan pembimbing.
Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada bapak H. Abdullah Zawawi M.Pd.,M.M selaku dosen pembimbing
mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengerjakan tugas tentang Wacana Bahasa Indonesia. Tidak lupa
juga penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan
motivasi dan masukan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang mengenai wacana
bahasa Indonesia ini merupakan bacaan yang baik untuk semua kalangan dari orang
tua hingga anak pelajar. Tidak lupa juga kami menyampaikan bahwa masih
kurangnya isi dari makalah kami ini mungkin dengan adanya kritik dan saran dari
pembaca kami sangat berterimakasih dan berlapang dada untuk menerima
masukannya.
Tiada gading yang tak retak,
pepatah ini mewakili penulis untuk meminta kritik dan saran bagi kesempurnaan
makalah ini apabila terdapat banyak kesalahan untuk menambah wawasan keilmuan
penulis.
Lamongan,
25 November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….……………….
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
………………………………………………….………………… 4
1.2 Ruang Lingkup Masalah
……………………………………….…………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan
………………………………………………….……………… 4
BAB II LANDASAN TEORI
…………………………………….…………………… 5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Wacana
…………………………………………..……………… 6
3.2 Jenis Wacana
……………………………………………………….……………… 6
3.3 Syarat Terbentuknya Wacana
………………………………………..……………. 7
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
………………………………………………………..……………… 9
4.2 Saran
…………………………………………………………………………...….. 9
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………… 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat
bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan
orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur
pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana(
inggris:discourse) bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam
sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari
kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang
tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya.
Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat
yang berada disekitarnya.
Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana,
maka persoalan kita sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana
ujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana
telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu,
pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap.
Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana
itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar( dalam wacana lisan),
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi
persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau
dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian
hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana
itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan
benar.
1.2 Ruang
Lingkup Masalah.
1. pengertian wacana.
2. jenis wacana.
3. syarat terbentuknya
wacana.
1.3
Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini ada pun tujuan
penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian wacana, memahami jenis wacana dan
mengetahui persyaratan terben, tuknya wacana. Tujuan penulisan ini juga untuk
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca.
1.4 Permasalahan
Dalam makalah ini memiliki
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.5.1 Bagaimana pengertian masalah ?
1.5.2
Bagaimana jeni-jenis wacana ?
1.5.3 Bagaimana syarat terbentuknya wacana ?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Wacana
Menurut Erianto dalam bukunya
yang berjudul “Pengantar Analisis Teks Media”. Wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana
itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan
persyaratan kewacanaan lainnya
2.2
jenis-jenis wacana
1. Wacana Narasi.
2. Wacana Deskripsi.
3. Wacana Eksposisi.
4. Wacana Argumentasi.
2. 3 Syarat
Terbentuknya Wacana
Adapun persyaratan
gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina
yang di sebut adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada
dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian
yaitu isi wacana yang apik dan benar.
BAB III
PEMBAHASAN
3. 1 Pengertian
wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana
itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan)
tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar,
wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan
persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau
dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan
antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Istilah wacana mempunyai acuan
yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling
besar di gunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara
berturut-turut adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan,
rangkaian bunyi merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan
rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk
wacana.
3.2 Jenis-Jenis
Wacana Bahasa Indonesia
Berdasarkan bentuk atau jenisnya,
wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya:
1. Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang
didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat
berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting
dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta
latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana adapun ciri_ciri
krangan narasi :
1. Menggunakan urutan waktu dan tempat yang berhubungan
secara kausalitas.
2. Terdapat unsur tokoh yang digambarkan mempunyai
perwatakan yang jelas.
3. Terdapat alur cerita, setting dan konflik.
2. Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang
menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan
pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis
merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya,
deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan
deskripsi faktual/ekspositoris.
Ciri-ciri karangan deskripsi
yaitu:
1. Berhubungandengan panca indra.
2. Penggunaan objek didapat dengan pengamatan bentuk,
warna serta keadaan objek secara langsung.
3. Unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.
3. Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah
karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan)
sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah
seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau
penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek
pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data
atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi
karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola
penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
Ciri-ciri karangan
eksposisi yaitu:
1. Memberikan informasi kepada pembaca.
2. Adanya fakta dan informasi.
3. Berfungsi untuk memperjelas apa yang akan
disampaikan.
4. Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah
karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal
yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.
Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran
pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema
atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau
bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun
kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan
kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau
pola pemecahan masalah.
Ciri-ciri karangan argumentasi
yaitu :
1. Terdapat pernyataan, idea tau gagasan yang
dikemukakan.
2. Pembenaran berdasarkan fakta dan data yang
disampaikan.
3.3
Syarat Terbentuknya Wacana
Adapun persyaratan gramatikal
dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di
sebut adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana
tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah kekoherensian yaitu isi
wacana yang apik dan benar.
Kekohesifan itu dicapai dengan
cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya mari kita lihat! Kalimat (1)
adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi pernyataan, bahwa sekarang di
Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat (3) terikat, yang
di kaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata
ikannya dan telurnya yang jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat
(3) juga di kaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata
ganti -nya pada kata harga-nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada
kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada
kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi antar
kalimat makanya.
Kekohesifan wacana itu di lakukan
dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada
kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan
pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana
itu menjadi kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas
yang tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian. Jadi
syarat terbentuknya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk
membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain adalah
1. Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan
bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph.
Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan
menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.
Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama
dengan kalimat kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah
hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas,
misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:
1. Raja sakit dan pernaisuri
meninggal.
2. Raja sakit karena permaisuri
meninggal.
3. Raja sakit ketika permaisuri
meninggal.
4. Raja sakit sebelum permaisuri
meninggal
5. Raja sakit. Oleh karena itu,
permaisuri meninggal.
6. Raja sakit, sedangkan permaisuri
meninggal.
2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini,
dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan
anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig
anti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut
saling berhubungan.
3. Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian
kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena
tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih
efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam
wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal,
sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga di buat dengan bantuan
berbagai aspek semantik. Caranya, antara lain:
1.
Menggunakan hubungan pertentangan
pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
a.
Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b.
Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa
bicara.
2.
Menggunakan hubungan
generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:
a. Pemerintah
berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya
mengurangi mobil-mobil pribadi.
b.
Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.
Menggunakan hubungan perbandingan
antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu
wacana. Misalnya:
a.
Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar
anak ayam.
b.
Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
4.
Menggunakan hubungan sebab-akibat
di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu
wacana. Misalnya:
a.
Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
b.
Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
5.
Menggunakan hubungan tujuan di
dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
a.
Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
b.
Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas
teratasi.
6.
Menggunakan hubungan rujukan yang
sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a. Becak
sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh
memacetkan lalu lintas.
b.
Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak
kenal waktu, siang ataupun malam.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.1.1
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang
lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau
ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Untuk membuat sebuah
wacana yang baik itu, harus memenuhi persyaratan terbentuknya wacana.
Terbentuknya wacana dibutuhkan adanya kohesif dan koherens di dalam hubungan
antar kalimat di dalam wacana.
4.1.2
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau
peristiwa.
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek
berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.
eksposisi adalah karangan yang
memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan
tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya
argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat,
sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan,
bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.
4.1.3
syarat-syarat terbentuknya wacana yaitu :
\
Adapun saran bagi pembaca antara
lain:
1. Bagi pembuatan wacana
harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam sebuah wacana. Karena tanpa
kohesif dan koherens kita tidak dapat memahami maksud atau tujuan yang ada di
dalam sebuah wacana tersebut.
2. Pembaca harus
memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.
3. Dalam pembuatan wacana
diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar